
“If you talk to a man in a language he understands, that goes to his head. If you talk to him in his language, that goes to his heart.”
Kalimat singkat yang diucapkan oleh Nelson Mandela tersebut, menggambarkan betapa powerfulnya peran Bahasa dalam menentukan tidak saja nasib seseorang, tetapi masa depan yang mungkin dengan susah payah sedang dirajut. Tidak bisa dipungkiri bahwa menguasai bahasa merupakan kunci untuk membuka gerbang dunia bagi siapapun yang ingin menjelajahi impian tak bertepi.
Teknologi yang makin “menggila” hari lepas hari akan sulit dikejar tanpa pengetahuan lingua franca mumpuni. Ekspansi bisnis hanya akan jadi mimpi tak bertepi yang mustahil untuk diraih. Peluh dan kerja keras akan basi tak berarti lantaran daya saing tak memiliki gigi. Apa artinya habiskan energi tapi akhirnya hanya jadi ilusi? Di sini, lembaga pendidikan tak pelak memainkan peran penting dalam mempersiapkan generasi pertiwi, guna menancapkan pengaruh di level tertinggi.
Memang mempelajari bahasa kedua memerlukan pemahaman khusus dan kemauan untuk mengikuti. Banyak faktor external yang mempengaruhi mahasiswa dalam hal itu. Sebab itu peran pendidik dalam memotivasi siswa dalam pelajaran bahasa Inggris mutlak diperlukan. Bisa dengan pendekatan kualitatif atau deskritif, dengan metode pembelajaran yang interaktif.
Universitas Klabat dengan motto Pathway to Excellence, saat ini sedang mengambil bagian krusial dalam pemberdayaan mahasiswa di sektor penggunaan Bahasa Inggris. Adapun program yang dilakukan diberi tajuk “English Week” dimana setiap elemen kampus diwajibkan untuk menggunakan Bahasa Inggris di semua lini kegiatan. Pelaksanaan English Week saat ini dilakukan dua kali dalam satu semester.
Terkini, tema yang diambil adalah “Elevating Eloquence” yang memiliki tujuan untuk menambah kemampuan berbahasa Inggris, membudidayakan fasih berbicara serta mempromosikan Universitas Klabat sebagai bilingual campus.
Menurut Meily Ivane Esther Neman S.Pd M.Pd, selaku coordinator penyelengara UNKLAB English Week, Elevating Eloquence bukan hanya sekedar tema yang tertulis tetapi lebih merupakan ajakan untuk melakukan tindakan nyata.
“Sebenarnya English Week ini digelar dengan satu tujuan untuk membangkitkan awareness semua pihak yang ada di UNKLAB, akan penggunaan Bahasa Inggris dalam semua kegiatan. Awalnya kegiatan ini bersifat sukarela. Siapa yang mau join silahkan. Seiring waktu, kami berpikir kenapa program ini tidak digarap secara serius,” demikian Maam Meily -demikian ia akrab disapa-, menjelaskan.
Setelah melihat animo mahasisswa yang cukup besar, Meily yang juga merupakan dosen FKIP Bahasa Inggris ini memutuskan untuk melakukan inovasi baru. Lahirlah konsep dimana English Week dijadikan sebagai sebuah even lomba untuk lebih menarik perhatian mahasiswa UNKLAB.
“Dengan digelarnya beberapa perlombaan di periode English Week, saya melihat bahwa animo mahasiswa bertambah secara signifikan. Namun memang yang menjadi masalah adalah minimnya kegiatan promosi sebelum acara digelar. Padahal ketika akhirnya promo diluncurkan, jumlah mahasiswa yang mendaftar ternyata banyak sekali,” lanjut Neman.
Sementara itu dari pihak mahasiswa ketika dikonfrontir, menyatakan bahwa English Week menjadi salah satu kegiatan yang dinantikan. Ada kesadaran bahwa kegunaan Bahasa dalam persaingan global sumber daya manusia saat ini, mewajibkan mereka untuk bisa minimal menguasai Bahasa Inggris dengan fasih. Kekuatiran untuk tidak bisa bersaing dengan skilled labour asing yang kini membanjiri Indonesia menjadi salah satu hal yang harus disikapi dengan serius.
“English Week memilik dampak yang sangat baik sih menurut saya yah. Sebabnya adalah saya bisa belajar untuk mempraktekkan Bahasa Inggris dengan intense. Proficiency menjadi lebih baik. Apalagi Bahasa Inggris bisa dikatakan menjadi Bahasa kedua di setiap negara. Bisa aja kan saya nanti memiliki peluang untuk bekerja dengan orang asing,” demikian Graciella Rachel Rachman, mahasiswi Ekonomi Management Semester VII.
Sementara itu, Hanna Valensia Sisca Silinaung, mahasiswi Ekonomi Management Semester VII melihat dari sudut pandang berbeda.
“Ada minus poin dalam English Week ini dimana ketika saya ingin berbicara Bahasa Inggris, ternyata tidak didukung oleh lingkungan sekitar. Kalau satu orang mulai bicara, maka kadang dijadikan object bully oleh sesama teman mahasiswa. Ini jelas mematikan keinginan dan semangat untuk belajar, Tadinya tekadnya besar untuk berbicara Bahasa Inggris, eh giliran ketemu dengan teman yang gak support, jadinya kita juga jadi down gitu,” urai Hanna.
Bersama Rachel, Hanna malah mengusulkan untuk diterapkan semacam punishment bagi mereka yang mengabaikan English Week. Menurut kedua mahasiswi yang memiliki mimpi bekerja di Amerika Serikat ini, bisa diterapkan system point supaya mahasiswa didorong untuk maksimal.
Sementara itu, DR Marieke Lotulung sebagai salah seorang dosen di Fakultas Ilmu Pendidikan, English Week merupakan salah satu upaya positif untuk memberdayakan mahasiswa.
“English Week merupakan kegiatan yang fun. Bahkan di kelas saya, banyak mahasiswa yang meminta supaya program ini jangan diadakan hanya dalam waktu satu minggu. Pasalnya program seperti ini menurut mereka sangat membantu untuk memperlancar kemampuan dalam berbahasa Inggris,” tegas DR Lotulung.
Sinergitas segenap civitas academic UNKLAB dalam mendorong English Week menjadi program unggulan membuktikan keseriusan kampus ini dalam mempersiapkan tenaga handal berdaya saing global. Sementara respon positif mahasiswa membuktikan ada kemauan besar untuk bekerja sama.
Darren Badrun, mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Semester V mengatakan bahwa English Week merupakan program yang sangat baik untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris. Namun di sisi lain ia menggaris bawahi tantangan utama, dimana menurutnya ketakutan untuk berbicara serta kekuatiran salah menggunakan grammar yang benar menjadi kendala terbesar.
“English Week is fun. But talking about usefulness, I think inside the campus English Week is not really like what we would have expected. Sebabnya adalah gak semua mahasiswa itu aktif. Even in my dormitory room, gak semua mau untuk bicara Bahasa Inggris. It supposed to be English all the way kan,” demikian Michelle Mumek, dara manis yang kini tercatat sebagai mahasiswi FKIP Semester V.
“It’s okay sih kalo diterapkan sanksi bagi teman-teman yang enggan. Tapi itu sebaiknya dijadikan pilihan terakhir. Harusnya kita melakukan pendekatan dulu, rangkul dan diajak bicara. Apa kendalanya. Kita juga bisa ajakin temen kita untuk bicara percakapan sederhana. Yes, sama No aja udh mendingan kan, yang penting dia mau bicara dulu. Jadikan mereka percaya diri dulu,” kali ini Tiara Kristianti, mahasiswi FKIP Semester V menegaskan.
Sementara itu Lovely Gerudug mencoba untuk melihat dari sisi berbeda. Menurutnya sanksi tidak perlu dilakukan.
“Kalau lihat dari teman-teman, system punishment hanya akan menempatkan mereka di posisi yang under pressure. Mending biarkan saja mengalir. Toh UNKLAB memang dikenal sebagai universitas dengan system internasional dimana Bahasa Inggris jadi keharusan. Jika dipaksa takutnya temen-temen ini malah jadi lebih ke takut untuk bicara ketimbang terpacu untuk aktif,” tegasnya.
Respon juga datang dari Alin Atnhony yang kini duduk di semester V FKIP UNKLAB. Menurutnya English Week sangat membantu. Meski demikian ia mengaku menggunakan Bahasa Inggris hanya ketika berbicara dengan dosen atau di kelas resmi. Meski tidak memiliki rasa takut untuk belajar Bahasa Inggris, Alin mengaku memiliki kemauan besar untuk aktif dalam English Week Program.
“I think English Week is fun and very good program. Ke depannya saya berharap program ini diadakan lebih intense. Satu semester mungkin bisa diadakan 3 kali. Bahkan satu minggu saya rasa gak cukup ya,” kali ini Nadiah Tania.
Melihat deretan tanggapan positif dari mahasiswa dan juga para dosen, terbersit sebuah harapan dimana English Week ternyata memperoleh tempat di hati para mahasiwa selaku salah satu stake holder Universitas Klabat. Memang ada semacam kritikan. Namun sifatnya sangat konstruktif. Tentunya sangat baik untuk dijadikan bahan evaluasi untuk menjadi lebih baik di depan. Repot jika yang terjadi adalah tanggapan kontraproduktif. Usaha akan percuma kalau para pemegang saham institusi tidak menghendaki.
English Week, bring it on…..!!!